Rabu, 11 Mei 2011

Cepot Jaipongan

Semar semar ya gegelar
Semar kuncung
Dana wulung
Semar pakuning alam

KARANG TUMARITIS—Mari kita menonton Sastrajingga yang mau menari jaipongan untuk hiburan semua rakyat duniamaya.

CEPOT: Marilah menari jaipongan! Dewala, mari menari.
DEWALA: Marilah. Buat melemaskan badan. Pegal-pegal nih. Si Gareng di mana, Kak?
CEPOT: Tuh di sana, dekat biduan.
DEWALA: Aduh itu si Gareng, jaipongannya hebat amat.
GARENG: Diem lu! Mari menari!



CEPOT: Huaduuh... capek nih. Nari jaipongannya ngeplos mulu. Mana kendangnya?
DEWALA: Anggap aja olah raga, Kang?
SEMAR: Nak, ayo kita temui itu Juragan Arjuna datang.
CEPOT: Mari, Pak.

Senin, 02 Mei 2011

Ruwatan



UPACARA RITUAL RUWATAN
Siswo Harsono

Ingsun angidhepa Sang Hyang Guru Reka
Kamatantra: swaranku manik astagina.
Mpu Tan Akung

I. Pendahuluan

Beberapa waktu yang lalu Fakultas Sastra UNDIP mengadakan pertunjukan wayang kulit untuk kepentingan ruwatan. Lakon dalam pertunjukan tersebut adalah “Sesaji Rajasuya”. Lakon tersebut tidak lazim sebagai lakon ruwatan yang biasanya menggelar lakon “Murwakala” atau “Sudamala”. Pementasan lakon “Sesaji Rajasuya” barangkali disesuaikan dengan kepentingan ruwatan lembaga agar seluruh civitas academica Fakultas Sastra bebas dari malapetaka dan selamat sejahtera.

Dengan demikian ada fenomena kultural yang menarik dari ruwatan tersebut. Pertama, Fakultas Sastra sebagai institusi akademik yang civitas academica-nya didominasi oleh orang Jawa, ternyata masih lekat dengan Kejawen. Kedua, para civitas academica Fakultas Sastra yang aktivitasnya berbasis rasional-empiris masih mendukung upacara ritual yang berbasis pada kepercayaan mitologis.

II. Pembahasan

Menurut Helman (1984:123), ritual adalah serangkaian kegiatan stereotip yang melibatkan gerak-gerik, kata-kata, dan benda-benda yang digelar di suatu tempat dan dirancang untuk mempengaruhi entitas atau kekuatan alam demi kepentingan dan tujuan pelakunya. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa karakteristik kunci semua ritual adalah perilaku yang berulang yang tidak memiliki dampak langsung seperti teknologi. Simbol ritual berkaitan dengan nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan-kepercayaan, sentimen-sentimen, peran-peran dan hubungan-hubungan sosial dalam sistem budaya dari komunitas penyelenggara ritual, yang dapat dijabarkan sesuai dengan konteksnya.

Ritual ruwatan termasuk jenis rite de passage tentang kelahiran dan kematian terutama yang berkaitan dengan misfortune atau kesialan.

Dengan mengacu pada Turner, ritual ruwatan memiliki fungsi ekpresif dan kreatif karena nilai-nilainya dikemas dalam bentuk dramatik pertunjukan wayang kulit, serta berkaitan dengan usaha menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik dan sejahtera terbebas dari malapetaka. Di samping itu dengan mengacu pada Helman (1984:124), ruwatan juga memiliki fungsi yang berkelindan antara fingsi psikologis, sosial, dan fungsi protektif. Fungsi psikologis ruwatan berkaitan dengan usaha menentramkan emosi kejiwaan komunitas penyelenggaranya. Fungsi sosial ruwatan berkaitan dengan interaksi-interaksi simbolik komunitas tersebut dalam pembentukan kohesi sosial. Sedangkan fungsi protektif ruwatan berkaitan dengan usaha melindungi komunitasnya dari kesialan dan malapetaka.

1. Mediasi dalam ritual ruwatan

Hubungan manusia dengan Tuhan dalam ritual dilakukan dengan mediasi, yang berfungsi untuk menghubungkan realitas-realitas yang berbeda. Dalam ritual ruwatan, realitas tersebut meliputi realitas empiris, realitas psikologis, realitas mitologis, dan realitas teologis. Sedangkan mediatornya meliputi ritual leaders, cultural heroes, dan mythological heroes. Mediasi tersebut dapat diskemakan sebagai berikut.




2. Lima komponen kepercayaan: upacara ruwatan

Ritual ruwatan memiliki lima komponen kepercayaan. Dengan mengacu pada Koentjaeaningrat (1985) tentang lima komponen upacara religi, lima komponen kepercayaan dalam upacara ruwatan adalah sebagai berikut.
a. Kelompok kepercayaan, yaitu komunitas yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan ruwatan beserta sistem upacara ritualnya.
b. Sistem kepercayaan yang berwujud pikiran dan gagasan manusia tentang Tuhan, mitologi, yang terdapat dalam lakon Murwakala, Sudamala, dan Sesaji Rajasuya.
c. Emosi kepercayaan mendorong komunitas melakukan upacara ruwatan.
d. Sistem upacara ruwatan terbagi ke dalam komponen: tempat upacara di panggung, waktu upacara selama pertunjukan, para pelaku upacara ruwatan, sastra mantra ruwatan, dan dalang sebagai pemimpin ruwatan.
e. Peralatan ritual ruwatan yaitu benda-benda dan alat upacara seperangkat pertunjukan wayang kulit dan uba-rampe sesaji.




3. Pola hubungan manusia, cultural heroes, mythological heroes, dan Tuhan

Pola hubungan antara manusia, cultural heroes, mythological heroes, dan Tuhan dalam ritual ruwatan dapat diskemakan sebagai berikut.


Dalam ruwatan, hubungan manusia dengan Tuhan termediasi secara empiris oleh Ki dalang sebagai pemimpin upacara, Ki dalang Kandabuwana atau Ki dalang Sampurnajati sebagai cultural heroes. Batara Guru, Batara Wisnu, atau Batara Kresna sebagai mythological heroes. Titah menjadi mediasi antara cultural heroes dengan mythological heroes, misalnya Sadewa dan Kresna.

4. Cultural Heroes

Dalam ritual ruwatan dengan lakon Sudamala, yang berperan sebagai cultural hero adalah Ki dalang Sampurnajati. Dalam lakon Murwakala yang berperan sebagai cultural hero adalah Ki dalang Kandabuwana. Sedangkan dalam lakon Sesaji Rajasuya yang berperan sebagai cultural hero adalah Prabu Kresna.

5. Mythological Heroes

Mythological heroes dalam lakon Sudamala adalah Batara Guru, dalam lakon Murwakala adalam Batara Wisnu, dan dalam lakon Sesaji Rajasuya adalah Batara Kresna. Dalam lakon Sudamala, Batara Guru menitis kepada Sadewa yang berperan sebagai Ki dalang Sampurnajati meruwat Dewi Kunti yang menjadi gila karena kesurupan Dewi Durga. Dalam lakon Murwakala, Batara Wisnu menitis kepada Ki dalang Kandhabuana yang meruwat para sukerta yang dibebaskan dari mangsa Batara Kala. Sedangkan dalam lakon Sesaji Rajasuya, Batara Wisnu menitis kepada Batara Kresna yang membebaskan para Pandawa dari gangguan Prabu Sisupala.

Cultural heroes dan mythological heroes dalam ritual ruwatan



III. Simpulan

Ritual upacara ruwatan adalah ritual yang dilakukan untuk menghilangkan kesialan (misfortune) yang menimpa kehidupan manusia. Upacara tersebut diselenggarakan dalam bentuk pertunjukan wayang kulit dengan lakon Sudamala, Murwakala, atau Sesaji Rajasuya. Pemimpin ritual ruwatan adalah seorang dalang yang berperan sebagai mediator empiris antara penyelengara ritual dengan Tuhan melalui mediator cultural heroes yaitu Sadewa, Kandhabuana, dan Kresna, serta mediator mythological heroes yaitu Batara Guru dan Batara Wisnu.

Ruwatan memiliki fungsi ekspresif, kreatif, psikologis, sosial, dan protektif. Fungsi ekspresif ruwatan terdapat dalam bentuk dramatik pertunjukan wayang. Fungsi kreatif ruwatan adalah usaha untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera dan terbebas dari malapetaka. Fungsi psikologis ruwatan memberikan ketentraman bagi komunitas pendukungnya. Fungsi sosial ruwatan adalah sebagai sarana interaksi simbolik dan kohesi sosial bagi komunitasnya. Sedangkan fungsi protektif ruwatan adalah untuk melindungi komunitas pendukungnya dari marabahaya.

Nilai kebenaran ritual ruwatan dapat diklasifikasikan ke dalam kebenaran konstitutif, kebenaran logik, kebenaran estetik, dan kebenaran evaluatif. Kebenaran konstitutif ruwatan berkaitan dengan sistem kepercayaan mitologis. Kebenaran logik ruwatan berkaitan dengan usaha manusia untuk menghindari marabahaya yang dalam hal ini sesuai dengan pain and pleasure principle dalam psikoanalisis. Kebenaran estetik berkaitan dengan keindahan seni pertunjukan wayang. Kebenaran evaluatif ruwatan berkaitan dengan komunitas pendukungnya sebagai salah satu solusi alternatif dalam menyejahterakan hidupnya.


Referensi

Amir, Hazim. 1991. Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Groenendael, Victoria M Clara van. 1987. Dalang di balik Wayang. Jakarta: Grafitipers.
Herusatoto, Budiono. 2003. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita.
Moebirman. 1973. Wayang Purwa: The Shadow Play of Indonesia. Jakarta: CV Anugerah.
Purwadi. 2002. Penghayatan Keagamaan Orang Jawa: Refleksi atas Religiositas Serat Bima Suci. Yogyakarta: Media Pressindo.
_______. 2003. Tasawuf Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Soetarno.1995. Ruwatan di Daerah Surakarta. Sukoharjo-Surakarta: CV Cendrawasih.
Sujamto. 2000. Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa. Semarang: Dahara Prize.
Thohir, Mudjahirin. 2007. Memahami Kebudayaan. Semarang: Fasindo.